Majlis Maiyah Telatah Demak

Tumpeng, Sinau Hierarki

Mukaddimah Maiyah Kalijagan Demak edisi 1 Februari 2019

¤

“Tumpeng merupakan ide dari Sunan Kalijaga, yang sebelumnya masyarakat Jawa hanya mengenal ambengan. Ambengan hanya menghapar, sementara tumpeng mengerucut. Mengerucut artinya kekantilan kita selain kepada sesama manusia juga kepada Allah.” diungkapkan oleh Mbah Nun pada Majlis Maiyah Gambang Syafaat, 25 Desember 2018.

Bentuk mengerucut itulah yang ditadabburi Mbah Nun sebagai konsep hierarki yang diajarkan Sunan Kalijaga dalam tatanan sosial kemasyarakatan kepada kita. Pentingnya suatu hierarki dalam wilayah sosial maupun komunal, tujuannya agar lekas sampai pada tujuan yang dicita-citakan bersama.

Di tumpeng, tidak sekadar nasi atau ketan yang berbentuk mengerucut semacam gunung. Ada bunga mawar, bunga kenanga dan bunga kanthil. Bunga mawar ialah simbol dari syu’uban wa qabail, sebagai wakil dari beragamnya bunga. Sebab mawarlah yang memiliki citra romantis yang populer penuh kasih sayang. Sementara itu, bunga kenanga sebagai lambang kedaulatan, lambang hak asasi. Manusia memiliki kedaulatan dan hak untuk ngono, untuk ngene, keno ngono, keno ngene. Meskipun memiliki kedaulatan, Allah memberi ikatan sebab akibat pada kedaulatan dan hak tersebut.

Maka bunga terakhir adalah bunga kantil. Meskipun kita punya kedaulatan kita harus tetap kanthil. Jangan kita berkumpul tetapi hati kita saling membelakangi. Bunga kanthil membuat satu sama lain saling kanthil, saling mengikat dan menjalin hubungan. Jadi harapannya, kita saling kanthil antara satu sama lain. Kekanthilan itu tidak hanya horizontal, tetapi vertikal juga. Hablum min Allah juga hablum min annas. Engkau tidak bisa kanthil sesama manusia tanpa kanthil kepada Allah. Engkau tidak bisa kanthil kepada Allah sendirian tanpa kanthil sesama manusia. Begitu kiranya, yang sering Mbah Nun sampaikan dalam maiyahan maupun sinau bareng akhir-akhir ini.

Mengenai hierarki, Mas Sabrang mengatakan bahwa hierarki pasti ada. Hal tersebut bisa kita amati bahwa bumi memiliki lapisan-lapisan, langit pun juga. Bahwa matahari lebih besar dari bumi, itu hierarki. Namun hierarki yang patut kita lakukan sebenarnya bahwa menempatkan posisi yang pas dan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki dalam mencapai suatu tujuan yang sama dalam lingkup komunal. Semisal satu kelompok ingin mencapai tujuan dagang dengan tepat. Maka yang ahli dagang dialah yang patut dijadikan sebagai puncak pimpinan itu. Sementara yang tidak ahli menempati posisi yang bawah.

Kenapa tumpeng menjadi simbol hierarki oleh Sunan Kalijaga? Sebab biasanya yang ahli lebih sedikit ketimbang yang tidak ahli. Maka kumpulan nasi atau ketan itu yang paling banyak berada di bawah dan yang paling sedikit berada di pucuk atasnya. Dan beliau Sunan Kalijaga mengingatkan, hati-hati jika berada di atas, sebab suatu saat ujung tumpeng akan dipotong ketika momentumnya telah tiba. Maka hati-hatilah jika engkau merasa di atas, padahal keahlianmu sebenarnya tidak di atas.

Tumpeng sendiri menjadi bagian dari suatu tradisi masyarakat Jawa yang menandakan rasa syukurnya pada peristiwa yang dialami. Peristiwa yang biasa ditandai dengan adanya tumpeng, salah satunya momentum ambal warsa, milad, anniversary, ulang tahun dan sejenisnya. Merujuk pada itu semua, Maiyah Kalijagan yang secara istiqomah tiap bulan menggelar maiyahan tertandai dengan miladnya yang kedua di bulan Februari—tepatnya 10 Februari 2017 terlahir. Sebagai wujud syukurnya, Kalijagan edisi Februari mengusung tema “Tumpeng, Sinau Hierarki” pada Jum’at, 1 Februari 2019 pukul 20.00 WIB di Universitas Sultan Fatah. Mari sinau hierarki melalui tumpeng. [HBA/ Redaksi Kalijagan.com]

Majlis Masyarakat Maiyah Kalijagan Demak adalah bagian dari Majlis Masyarakat Maiyah Nusantara.