Majlis Maiyah Telatah Demak

Kritisbillah

Sebelum saya mengenal Maiyah, saya tipikal seorang yang tertutup. Kurang ada keinginan mengenal orang lain, apalagi berkumpul. Barangkali kepercayaan diri yang tidak ada, tersebab sempitnya pandangan.

Maiyah memperkenalkanku pada keterbukaan dan keluasan pandangan, karena banyak pandangan yang diungkapkan banyak orang yang hadir. Anehnya, walaupun banyak perbedaan pendapat, antar jamaah maiyah bisa menghormati satu sama lainnya. Inilah yang membuat saya berani mengungkapkan pendapat.

Berkumpul dengan banyak sedulur Maiyah ternyata memberi nuansa bahwa hidup itu  harus melakukan perubahan dan perubahan. Berbagai saran dan inspirasi tersaring mendayakan cara pandangku yang belum pernah terbaca olehku. Tajamnya kritikan sedulur sangat menggugahku untuk bangun dari terlena yang tak layak digenggam untuk berjalan ke arah hidup yang lebih baik. Tanpa disadari bahwa kebaikan itu menular  menjadi ikut berfikir kritis.

Kebiasaan berpikir kritis, hidup ini akan menjadi mudah. Banyak masalah diri terselesaikan tanpa kegusaran harus berbuat apa. Ketidaktahuan bisa saja dijawab sendiri dengan sandadan baik sangka pada Allah dalam melangkah kedepan. Tuhan Maha Petunjuk tidak jauh keberadaannya, Dia pasti bersama kita.

Berfikir kritis ternyata membuat hidup kita ini menjadi indah. Misalnya kreatif bercinta dengan istri, kreatif membuat suatu tak berharga menjadi sangat bermanfaat, yang hobi menulis menghasilkan tulisan sebanyak mungkin, dsb.

Kebiasaan berfikir kritis harus kita tekankan pada diri agar segala sesuatu yang Tuhan berikan tidak mubadzir. Waktu hidup, perbuatan kita tidak sia-sia. Nikmat pemberiannya kita alokasikan pada tempatnya, tidak malah pada tempat yang tidak halal.

Berfikir kritis itu mudah tapi ada yang sangat mudah yaitu terlena. Nafsu diri selalu memblangsatkan pada kemubadziran. Satu misal, asyik HPan seperti setan mengikat (dicangcang) mata pada layar beragam aplikasi. Efeknya lupa sholat, menunda menyelesaikan tugas, lupa teman, anak dan istri. Yang seharusnya waktu berkumpul, menyapa, bercanda, bemesraan malah asyik dengan hp sendiri. Padahal waktu kita yang terbagi ada batasnya.

Terlena pada ketidaknyamanan misal mudah sakit hati, benci, marah, dengki terus dan berulang-ulang terus. Membesarkan kemalasan dan ketakutan yang tidak jelas njluntrungannya. Berpikir kritis dalam melangkah, mudah menekan diri untuk tidak berjalan pada ketidak bermanfaatan. Menekan diri bukan membuat diri tertekan tapi mendisiplinkan diri dan menegaskan diri untuk bersikap bijak berjalan pada ketepatan.

Tekankan terus pertanyaan “ingin apa aku?” “Sedang apa aku” “Mau akan apa aku ini?” “Untungnya apa ini?” Banyaklah bertanya pada diri, cari dan jawablah sendiri. Apalagi sekarang ini seolah pintu-pintu kedunguan mencoba perlahan merayap. Jika kita tidak bisa berusaha menjadi manusia bermanfaat dan tidak mensinergikan kemanfaatan, maka janganlah pernah merindukan Zaman Keberkahan.

Dengan diam tidak berbuat apa-apa, maka kebodohan kita menjadi lebih membabibuta. Setidaknya suara-suara kebenaran harus kita dengungkan, Tuhan menitipkan petunjukNya dalam diri para hambanya, jangan dimandulkan Jangan disembunyikan, itu menyita waktu Tuhan untuk tersampaikannya petunjukNya. Jangan menunggu panggilan transaksi segepok uang lalu melesat kilat untuk cairkan pencerahan.

Tetap terus kabarkan pengetahuan yang menyehatkan jiwa. Kadangkala berpikir membuat kita mudah dibodohi dan dijahili. Keberanian mensuarakan kebenaran adalah Kekasih Para Nabi dan Para Rasul Tuhan.

Penggiat Maiyah Kalijagan Demak