Majlis Maiyah Telatah Demak

Menyerap Ilmu di Kalijagan

Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Legi, 6 April 2018/ 20 Rajab 1439 | Desa Purwa | bagian kedua

 

Di sesi pertama, kang Ali Suyarno memulai dengan membaca surat al Fatihah, sebagaimana tradisi masyarakat Demak yang tidak pernah melepaskan hal tersebut ketika memulai sinau, ngaji dan forum atau majlis-majlis perkumpulan lainnya. Ia mengatakan sebagaimana lagu yang dibawakan Rebana Tanbihun, bahwasanya mencari ilmu itu suatu kewajiban yang tidak bisa dielakkan oleh setiap manusia, terkhusus seorang muslim. Oleh sebabnya, para jamaah berkumpul bermaiyah di pelataran Masjid Agung Demak dengan nama Kalijagan, sebagai tetenger/ penandanya.

Kalijagan sendiri merupakan nama yang diberikan Habib Anis Sholeh Baasyin tatkala kang Muhajir Arrosyid sowan ke kediaman beliau. Awal pertamanya maiyah Demak hanya bernama Sinau Bareng. Bernama “Cangkruk Kalijagan” yang diberikan oleh kang Ali Fathan dikemudian waktu. Lalu berubah menjadi “Kalijaganan” setelahnya. Waktu itu bagi para penggiat Kalijagan, apa artinya sebuah nama. Tapi berhubung yang memberi nama adalah seseorang yang kami cintai, seorang habib, maka kami mempercayainya sebagai suatu do’a dan ikhtiyar yang harus kami jalankan dengan syukur dan suka cita. Hal tersebut disampaikan kang Muhajir Arrosyid saat menemani sedulur-sedulur di sesi kedua, seusainya improvisasi puisi “Kesaksian” yang dibacakan Cak Noeg, petikan gitarnya mas Wakijo dan tiupan merdu aa’ Marly dari harmonikanya.

Masih di sesi yang pertama, kang Zaul Haq memaparkan bahwa tema Kalijagan di malam itu merupakan tema laiknya orang sedang mengadakan bedah buku. Sebab “Desa Purwa” adalah buku yang ditulis oleh mas Agus Wibowo, penggiat majlis Gugur Gunung Ungaran. Kang Haq juga menyapa sedulur simpul maiyah yang hadir pada malam itu. Diantaranya, Gambang Syafaat (Semarang), Semak (Kudus), Gugur Gunung (Ungaran), Majlis Alternatif (Jepara), Suluk Surakartan (Surakarta) dan sedulur-sedulur lainnya. Ia juga mengajak sedulur Kalijagan untuk berpartisipasi meramaikan Kalijagan.com dengan menuliskan folklore, dongeng dan kisah-kisah lainnya di desa/kecamatannya masing-masing.

taken by: Labeb Vuadi

Setelah itu, mas Arafat menyampaikan mukaddimah mengenai Desa Purwa, sebelum para pembicara mengajak jamaah memasuki kedalaman-kedalamannya. Dengan seksama jamaah mendengarkan mukaddimah yang disampaikannya secara lumayan baik.

Setelahnya, dipersilahkan dua jamaah yang ingin bercerita mengenai desanya masing-masing. pertama, kang Yanto (Kaliwungu, Kudus) menceritakan pengalamannya bekerja membantu mewujudkan desa wisata di daerah Purbalingga. Kedua, kang Afiz Amna (Sidorejo, Karangawen, Demak) menceritakan bagaimana ayahnya kang Muhajir Arrosyid merawat dan menjaga kelestarian burung-burung di desa Sidorejo.

Sebelum memasuki sesi kedua, Rebana Tanbihun kembali mengajak jamaah untuk meresapi ilmu-ilmu yang sudah dibagikan kang Ali Suyarno, kang Zaul Haq, mas Arafat, kang Yanto dan kang Afiz Amna dengan sholawatan. Sholawat “Ya Asyiqol Musthofa” dan “Nurul Musthofa” didendangkan Rebana Tanbihun, diantara jamaah tampak bapak Maiyah menarikan tangannya sembari mulutnya ikut melafadzkan syair sholawat tersebut. [HBA/Redaksi Kalijagan]

Majlis Masyarakat Maiyah Kalijagan Demak adalah bagian dari Majlis Masyarakat Maiyah Nusantara.