Majlis Maiyah Telatah Demak

PERIHAL CEWOK DAN NDODOK

Tiga ora isa cewok-rendeng ora isa ndodok. Ini adalah olok-olok untukku sebagai orang Demak. Dan ternyata banjir saat penghujan dan kekeringan saat kemarau sekarang terjadi dimana saja, tidak hanya di Demak. Banjir di kota besar seperti Jakarta dan Semarang, tidak kalah parah.

Tiga ora bisa cewok-rendeng ora bisa ndodok, artinya saat kemarau tidak bisa membersihkan diri setelah membuang hajat-musim penghujan tidak bisa jongkok karena banjir. Olok-olok tentang musim ini perlu kita renungi lagi. Hari-hari ini kita dipusingkan dengan ketiadaan air. PDAM alirannya berhenti. Alasannya bendungan sobek sehingga air tercampur dengan air asin.

Air, hal yang paling dekat dengan kita, yang selama ini kita tidak pernah berpikir akan menghilang tiba-tiba berhenti mengalir. Tidak bisa cewok itu benar-benar terjadi. Di beberapa bagian seperti Wedung, Menco, Babalan, air PDAM mati total selama seminggu lebih. Daerahku di Karangrejo, mati berkala. Pada saat begini kita baru sadar betapa pentingnya air. Teman saya yang tinggal di Babalan sampai mencuci baju di rumahku.

Konon ke depan kita akan semakin berurusan dengan air, baik adanya maupun ketiadaannya. Hal itu karena kondisi alam yang berubah. Air, adanya menimbulkan banjir dan ketiadaannya menimbulkan kekeringan. Soal kekeringan terkait dengan pertanian, kebutuhan mandi, mencuci, air minum, dan lain-lain. Soal kelebihan, air terkait banjir, lanjut kesehatan, lanjut aktifitas harian. Berangkat-pulang kerja jadi terganggu.

Terkait itu kita perlu bertanya benarkah kita sudah Rahmatallillalamin? Alam tentu saja tidak hanya manusia. Apakah benar kita telah mempertimbangkan alam dalam keputusan-keputusan kita. Saat pemilu kemarin apakah pohon, kambing, sapi, kita mintai suaranya? Manusia dikaruniai akal, maka ketika dia melihat satu fenomena harunya mengaitkannya dengan fenomena lainnya. Misalnya air tidak mengalir, maka kita bisa teringat hutan, sungai, sampah. Ketika kita lihat banjir maka kita yang punya akal akan berpikir jauh hingga hutan dan laut.

Tuhan telah melimpahkan kepada kita berbagai macam rizki. Hujan adalah rizki, namun saat hujan, kita hanya mengalirkan air hujan itu ke laut. Kita ingin air itu segera sampai di laut dan tidak menjadi perkara bagi manusia. Air itu mengirim sampah-sampah kita ke samudra. Sementara itu saat kekeringan datang kita mencari air itu. Mari berpikir untuk menyimpan. Saat hujan datang kita tampung air itu untuk kita gunakan saat kemarau tiba. Ah sudahlah, tentang ini tentu banyak orang lebih pintar dari saya.

Rahmat bagi sekalian alam, kita mengislam harusnya menjadi rahmat bagi alam dengan mengelola sampah kita, tidak menebang pohon dengan seenaknya, tidak pula memburu binatang hanya untuk keperluan iseng. Ada hubungan sebab akibat antara kita dan alam, jika kita memperlakukannya dengan baik maka kita akan mendapatkan manfaatnya pula. Namun lebih dari itu yang harusnya menjadi alasan adalah karena kita mencintai Allah. Alam adalah ciptaan Allah, memelihara alam adalah salah satu cara mencitai Allah.

Di Demak, hujan ditunggu-tunggu, semua orang berdoa agar hujan segara turun. Alhamdulillah hujan yang kita nanti-nanti itu turun juga pada tanggal 1 November 2019. Hujan pertama menutup kemarau tahun ini dipuncaki sekira pukul 21.00 WIB, saat itu Kalijagan sedang berlangsung. Kami menganggap hujan itu sebagai berkah dan bukan musibah. Hujan juga bukan alasan bagi kami untuk tidak datang pada acara. Ini nikmat Allah, nikmat Allah tidak  boleh menjadikan alasan bagi kami untuk menghentikan perbuatan baik. Kami takut nikmat itu dicabut di kemudian hari. Sebagaimana diajarkan oleh Mbah Nun, kami ridho atas keputusan Allah, apa pun itu, agar Allah juga ridho kepada kami. Wasalam.

 

Demak, 3 November 2019

 

Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.