Majlis Maiyah Telatah Demak

Mentadabburi Lettologika

Bagi saya, lettologika adalah lagu yang paling nyufi di antara semua lagu Letto. Mengapa demikian? Karena saya hanya menemu satu kata “lettologika” di tengah dan di akhir lagu. Selain kata “lettologika”, saya menemukan “nana” dan “lala”. Tapi menurut saya itu hanya gumam, bukan kata dalam definisi bahasa dan komunikasi manusia. Hal itu hanya bisa dipahami sebagai kontek musik.

Selebihnya, selama durasi empat setengah menit, lagu itu hanya dipenuhi oleh suara-suara musik dari beragam alat musik. Meski personil letto hanya terdiri dari vokalis, gitaris, bassis, drummer, dan pemain keyboar saja. Suara-suara musik itu berpadu dan harmoni dalam ritme dan tempo yang seimbang dan selaras.

Musik sendiri adalah ruang yang memiliki kesucian yang sama seperti matematika, yakni wilayah pola. Sementara orang musik itu orang yang menangkap pola, kemudian membuat pola, yang awalnya tidak terpola. Dan “lettologika” diciptakan dengan pola yang didominasi musik, bahkan bisa dikatakan musik secara keseluruhan. Sebab musik adalah bahasa tanpa persepsi dan pretensi dari penikmatnya. Sehingga orang-orang akan menikmatinya tanpa harus berpikir.

Tapi perlu kita garis bawahi, bahwa judulnya lettologika. Bukan lettojiwa atau lettorasa. Mengapa? Karena engkau harus menggunakan logika dalam menikmati lagu ini, bukan menikmati dalam klengenan saja, atau engkau harus berpikir setelah klangenan menikmati lagu ini. Kedua, Letto adalah grub musik yang mengedepankan logika dalam menciptakan lagu-lagu, baik lirik maupun musiknya. Hal itu dikarenakan Mas Sabrang, vokalisnya adalah manusia yang terdidik oleh sains dan logika. Begitu juga dengan personil lainnya. Di lagu ini juga, saya rasa logika lah dasar semua lagu-lagu letto dicipta. Maka marilah kita masuki gerbang berpikir mengenai lagu ini.

Pertama, untuk memahami hidup kita hanya perlu menikmati musikalitasnya, yakni tanda, asma, sign dan penanda dariNya berupa gejala dan fenomena. Gejala dan fenomena itu dalam musik biasanya berada pada wilayah notasi, nada, ritme, tempo dan perpaduan polanya. Namun karena manusia belum juga paham dengan musikalitas hidup, maka Allah menurunkan lirik lagu yang dititipkan kepada rasulNya. Agar manusia paham maksud dari suatu lagu.

Kedua, kalau manusia menikmati lagu hanya dengan rasa dan jiwanya, maka ia akan terjebak dalam suatu klangenan yang tak memiliki batasan. Engkau pun tak akan mengerti batasan-batasan, sampaian-sampaian dan capaian-capaian. Maka dipakailah logika, akal dan pikiran untuk menciptakan batas wilayah darimu, batas pola dalam kesadaranmu, dan pemetaan atas lakumu. Agar engkau mampu tahu diri, sadar diri, serta paham diri. Kemudian rendah diri dalam hidup diantara para makhlukNya. Akal juga disebut dalam surat AnNur. Dalam surat tersebut kita mesti bisa memposisikan “Nur”, “Misykat”, “Mishbah” dan “Zujajah” sesuai ruang dan waktunya.

Dari “lettologika”, engkau harus mabuk dan tak memberi batasan padaNya, pada Cahaya. Tapi engkau mesti membatasi  sikapmu pada dunia dan isinya. Dengan akal, seseorang harus membatasi keluasan dan ketidakberbatasannya hati dalam merasa. Dengan hati, seseorang  akan mendinginkan panas yang berlebih dari cahaya akal dan pikirannya. Keduanya harus memiliki keseimbangan dalam bekerja, mengabdi kepadaNya. Lebih tepatnya, kapan kita menjalankan perintah “afala ta’qilun” dan kapan kita melaksanakan ingatan “afala tasykurun” dalam hidup kita.

Mengenai pola dari “lettologika”, saya merasakan lalu berpikir adanya nuansa waktu dalam sehari. Di menit pertama, kita akan dijumpai nuansa pagi. Kemudian menit selanjutnya agak panjang, selama satu setengah hingga dua menit, kita disuguhi nuansa siang hingga sore saat bekerja. Dan terakhir yang sebentar adalah nuansa malam, sebab kita seringnya tidak merasakan nuansa malam hari karena istirahat.

Terakhir, dari “lettologika” kita dapat pelajaran bahwa hidup itu tak perlu banyak kata-kata, banyak bicara, cukup jalani musik hidupnya sesuai notasi, ritme, nada dan tempo yang telah ditetapkanNya. Selamat bergerak menuju puncak hidup yakni kearifan. Kearifan adalah ruang engkau memetakan segala hal dengan sudut pandang dari atas. Lettologika adalah kearifan kepala, kearifan musik letto. Lettologika itu menikmati logika, menjalankan rasa.

Perintis Usaha Mata Production, mantan Kabiro Jateng dan wartawan Majalah Ruang Rekonstruksi. Menulis puisi, cerpen, esai, kolom. Penggiat Maiyah Kalijagan Demak.