Majlis Maiyah Telatah Demak

Jejak Prawata (bagian satu)

Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Legi, 5 Juli 2019/ 3 Dzulqo’dah 1440 | Prawata | bagian pertama

 

Memasuki bulan Juli, udara dingin menyergap masyarakat Demak. Mereka yang biasa dalam udara panas harus mematikan kipas angin. Dingin yang selalu bertamu pada malam hari itu menandai sempurnanya kemarau di tahun ini. Sapardi membuat sajak hujan di bulan Juni, agak aneh karena pada bulan itu biasanya kemarau sudah mulai. Tapi entahlah karena sebab apa, pada malam ini tanggal 05 Juli 2019 tepat diselenggarakannya acara Kalijagan rahmat Allah yang berupa hujan datang bertamu.

Mula-mula rintik gerimis, kemudian membesar menjadi hujan. Memang tidak besar namun hal itu membuat jamaah mengubah komposisi duduk. Bukan hal yang pertama bagi Kalijagan dikunjungi hujan, berulang kali, bahkan sekarang saat bulan kemarau hujan juga datang.

Tidak masalah, acara tetap berlanjut. Dimulai dengan munajat maiyah yang dipimpin oleh Kang Yusuf, Kang Mafthuhin, dan Kang Yanto. Setelah itu Mukkadimah oleh Kang Hajir.

Malam hari ini sungguh terasa spesial, karena selain dihadiri Kang War, Kang Nadhif, Gus Haikal, dan rebana Tanbihun yang biasa membersamai juga digembirakan dengan kehadiran Sa Ake Band yang malam itu membawakan lagu pop, dangdut serta campursari. Dengan begitu suasana Kalijagan menjadi jaya dan berwarna.

Malam itu tema yang diangkat melanjutkan tema-tema sebelumnya yang membahas sejarah Demak. Kalijagan sebelumnya telah mengangkat tema Raden Patah, Pati Unus, dan kali ini Prawata. Mengapa Prawata bukan Trenggono dulu? Inilah yang menarik.

Diskusi kami pada malam itu bukan diskusi ngawur yang hanya modal google. Referensi tentang Prawata sangat sedikit, tidak sebanyak raja-raja yang lain. Mengapa demikian? Hal ini yang mencoba diurai oleh Kang Nadhif dengan menggunakan logika dan pola. Mendekati sejarah Demak kita tidak bisa hanya mengandalkan referensi tertulis karena sangat minim. Tentang Prawata yang tersebar di internet juga sangat minim dan tersebar di blog-blog liar. Bacaan itulah yang dikonsumsi dan menjadi rujukan masyarakat.

Forum ini tujuannya tidak muluk-muluk, hanya ingin menanyakan kembali pada logika-logika yang tidak nyambung. Sunan Prawata gelar yang digunakan adalah Sunan, ini adalah gelar keulamaan. Jika dirunut dari bahasa Prawata bisa berarti sebelum penataan atau pemerintahan. Artinya apa, Prawata adalah pemerintahan setelah Demak hancur karena kekalahan Pati Unus oleh Portugis di Malaka. Pra karena Demak akan membangun kekuatan baru yang nantinya diperintah oleh Trenggono.

Ini adalah merujuk pola sebelumnya ketika Dewan Wali membentuk pemerintahan Demak dengan terlebih dahulu menunjuk Sunan Giri sebagai pengelola Demak sebelum akhirnya diserahkan kepada Sultan Fatah. Mengapa Sunan Giri? Karena beliau sudah punya pengalaman memimpin Girikedaton. Demikian juga Sunan Trenggono, dipilih sebagai pimpinan transisi karena sudah punya pengalaman memimpin wilayah kecil Prawata di Sukolilo Pati. [hjr]

Majlis Masyarakat Maiyah Kalijagan Demak adalah bagian dari Majlis Masyarakat Maiyah Nusantara.