Majlis Maiyah Telatah Demak

Beternak Keributan

Kanjeng Nabi, aku menulis surat ini pada pagi menjelang subuh. Saat sebagian besar orang terlelap tidur, istirah dari lelah pada urusan dunia. Kanjeng Nabi, mereka lelah berdebat, lelah saling hujat, mereka saling ejek dan hina. Mereka berebut benar atas pilihannya.

Kanjeng Nabi, bukankah segala tindakan harus ada alasannya? Karena sudah bersumpah sebagai ummatmu dan Allah satu-satunya sesembahan maka harusnya engkau adalah sebuah alasan segala tindakan.

Mengimanimu, memeluk agama yang engkau bawa adalah meneladani perilakumu. Engkau adalah utama-utamanya contoh yang dihadirkan Allah di dunia ini.

Kanjeng Nabi, sungguh aku takut membuat citramu buruk. Orang-orang tahu, bahwa yang memeluk agamamu adalah meneladanimu. Jika kami berbuat buruk, maka orang bisa menganggap, tindakan buruk itu atas tiruan atasmu. “Oh begitu ya ummat Muhammad. Kasar, keras, berkata kotor, mudah marah, suka fitnah, menyebarkan kebohongan, saling hina. Siapakah yang diteladani?”

Padahal betapa mudah beragama. Allah telah menghadirkanmu sebagai contoh. Engkau yang sangat sabar, bahkan ketika Malaikat menawarkan untuk menimbun para kafir dengan gunung, engkau menepis. “Jika mereka tidak bisa menerima keimanan hari ini, mungkin saja anak-anak mereka nanti.” Begitu harusnya mental berdakwah.

Bukankah engkau adalah manusia yang ramah, menjaga mulut, menjaga hati, dan menahan diri?

Sekarang ini Kanjeng Nabi, banyak orang mudah mencaci maki hanya karena beda. Berbeda pendapat tentu saja fitrah. Engkau dulu juga sering meminta pendapat kepada para sahabat, mereka terkadang berbeda pendapat. Namun itu tidak membuat mereka pecah. Perbedaan pendapat adalah cara untuk melihat lebih lengkap.

Bukanya dulu tidak ada konflik, tapi oleh Nabi konflik itu dilerai diselesaikan. Sekarang ini konflik seperti diproduksi dan dikembangbiakan. Konflik menjadi komoditi bahkan menjadi industri. Jika ada keributan tidak mencari jalan keluar, duduk bersama tetapi dipanas-panasi agar menjadi bara yang siap membakar. Untuk apa hal itu dilakukan? Demi viral, pada akhirnya demi uang.

Kanjeng Nabi, kami berada pada dunia semacam ini. Dulu memang ada berita bohong disebarkan. Orang-orang menuduhmu sebagai pembohong, tukang sihir, sebagai pemisah antara orangtua dan anak. Tapi baru sekarang ini keributan dipelihara, diternak, dikembangbiakkan agar menjadi uang. Engkau ditiadakan Kanjeng Nabi, engkau tidak menjadi pertimbangan bagi orang yang mengaku umatmu untuk melakukan tindakan.

Sholawat kami panjatkan kepadamu, memohon kepada Allah agar kami termasuk orang yang selamat di tengah bah kebencian. Salam kagem kanjeng Nabi.

Dosen di Universitas PGRI Semarang. Penulis buku Soko Tatal dan kumpulan cerpen Di Atas Tumpukan Jerami. Penggiat di Simpul Gambang Syafaat Semarang dan Maiyah Kalijagan Demak.