Majlis Maiyah Telatah Demak

Meresapi Puisi, Menepi Dari Kerisauan

Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Legi, 2 November 2018/ 24 Shaffar 1440 | Sing Sareh, Saleh! | bagian kesepuluh (terakhir)

 

Kalijagan November malam itu harus berakhir sekitar jam 1 pagi di hari Sabtu, 3 November 2018. Sebagai penutup, serta sebagai keshalehan atau kepantasan Maiyah, yang memberikan ruang bagi apa saja dan siapa saja. Empat penyair, Faizy MH, Arifin, Yanto Saja dan HB. Arafat secara bergantian membacakan puisi-puisinya.

Faizy MH membaca tiga buah puisi. Puisi pertama berjudul ‘Keramat’ dibacanya sembari Dannu Sakkonco mengelaborasi dengan musiknya. Keramat menceritakan peristiwa kelahiran, tentang keteguhan hati orang tua yang senantiasa berdoa menanti kelahiran buah hatinya. Tentang proses pendampingan dan perjuangan orang tua kepada anaknya. Tentang keikhlasan orang tua dan guru yang mengajarkan agar tidak menjadi seperti binatang. Melainkan menjadi manusia yang sanggup memanusiakan manusia. Entah hubungan antara judul dan isi itu bagaimana, tentu selain sebagai hiburan kerap kali puisi mampu menjadi media pemantik ide dan buah permenungan atas kekacauan dan kekhawatiran yang selama ini kita rasakan.

Puisi keduanya berjudul ‘Depresi’ yang dibacakannya dengan cara deklamasi dan tanpa iringan musik. Mengisahkan seorang pemuda yang depresi sebab orang tua kekasihnya, pujaan hatinya tak merestui hubungan mereka lebih panjang sampai pernikahan. Puisi terakhirnya yang belum diberi judul mengisahkan manusia-manusia yang belum memasuki suatu wilayah. Namun sudah berani menilai apa saja yang terjadi dalam wilayah itu. Naasnya, ketika manusia tersebut menilainya dengan nilai yang buruk dan frame yang tak tepat dan pantas.

Penyair kedua, Arifin, pria asal Grobogan yang kebetulan menempa diri di salah satu Universitas di Semarang. Arifin membacakan dua puisi. Puisi pertama berjudul ‘Perihal Catatan Iman’, menarasikan kegelisahan penyair yang menempuh kesunyian dengan menepi dari keramaian. Pembacaan puisi oleh Arifin malam itu membuat banyak jamaah yang tercengang dan terpukau oleh gaya pembacaannya yang teramat dramatis. Dilanjutkan puisinya yang kedua, berjudul ‘Oktober Merah’ menceritakan banyaknya fenomena dan peristiwa yang menumbuhkan hawa gerah pada masyarakat. Salah satu contoh yang dituangkan dalam puisinya ialah hujan hujatan di sosial media. Dari dua puisi Arifin, nilai dari seorang sastrawan terkadang sebagai influencer dengan cara berpikir yang kritis di tengah keadaan yang tak berimbang.

Fungsi lain puisi adalah pengasah ketajaman rasa. Fungsi ini yang mungkin hendak ditampilkan mas Yanto Saja dalam melagukan puisinya. Cukup suaranya saja, lagu sudah tercipta tanpa alat musik apapun kecuali mulutnya saja. Puisinya mengajak kita untuk menemukan rasa pasrah yang paling baik dan pas dalam interpretasinya masing-masing.

Penampilan terakhir dari HB. Arafat sebelum indal qiyam dan do’a yang dipimpin Gus Haikal. Dalam narasinya, seolah dia akan menampilkan hal yang lebih dari Mas Yanto, Arifin maupun Faizy MH. Namun nyatanya, dia hanya membaca dua puisi pendek. Puisi pertama berjudul ‘Ta’awudz’, yang berbunyi: dengan puisi/ aku berlindung dari/ godaan penyair. Puisi keduanya berjudul ‘Muhasabah’ yang isinya: puasakan puisi-puisimu/ sebelum memuisikan puasamu. Begitulah kenyataan terbaik untuk malam itu, yang teramat larut buat waktu Demak dan sekitarnya. Entah itu quote atau puisi, biarlah para penyair yang menentukannya.

Terkadang jamaah maiyah tidak melulu dengan sinau bareng dan berbagi cerita untuk menepi dari kerisauan. Terkadang hanya dengan satu dua lagu sudah mampu dihikmahinya. Terkadang dengan puisi yang meresap, kerisauan itu sirna. Nyatanya, malam lingkaran Maiyah Kalijagan mesti berakhir seusainya tradisi mushafahah dan makan bareng yang diinisiasi oleh beberapa jamaah maiyah yang mewadahi diri dalam wadah Pecinta Berbagi Demak. Sampai jumpa di lain kesempatan dan lain bulan dalam kesehatan persaudaraan dan kewarasan kebersamaan. [Ajib/ Redaksi Kalijagan.com]

Majlis Masyarakat Maiyah Kalijagan Demak adalah bagian dari Majlis Masyarakat Maiyah Nusantara.