Majlis Maiyah Telatah Demak

Garebeg Bisyaroh, Grebeg Kegembiraan

Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Kliwon, 3 Agustus 2018/ 21 Dzulqo’dah 1439 | Grebeg Alit

 

Kalijagan edisi Agustus dilaksanakan pada tanggal 3, di kampus Univesitas Sultan Fatah, Katonsari Demak. Pada malam itu mengangkat tema ‘Grebeg Alit’, meski yang dibahas Grebeg Besar. Suatu acara tahunan yang dilaksanakan masyarakat Demak di bulan Dzulhijjah. Mas Nadhif Alawy mengurai tentang grebeg besar mulai dari dan sejak kapan, hingga arti kata besar.

Mas Nadhif mempertanyakan tema yang digulirkan malam itu, ‘Grebeg Alit’. Sebab besar dalam Grebeg Besar artinya bukan ageng, gede atau lawan kata dari kecil, alit. Alasannya adalah tidak ada kata besar dalam bahasa Jawa. Kata besar hanya ada dalam bahasa Indonesia. Jika yang dimaksud adalah besar sebagai kata sifat maka pasti menggunakan kata gede atau ageng.

Dulu, istilah grebeg besar itu tidak digunakan. Masyarakat menamai event tradisi Dzuhijjah di Demak dengan nama ‘Besaran’. Tradisinya antara lain, pasar rakyat, jamasan pusaka Sunan Kalijaga, dan iring-iringan tumpeng. Dalam kamus Bausastra Jawa, Grebeg atau Garebeg adalah: riyaya gedhe ing sasi Mulud, Syawal, Besar—hari raya di bulan Mulud, Syawal, dan Besar.

Nggerebeg artinya bisa dua, pertama mengiringi ratu mendatangi upacara hari raya. Kedua, ngropyok wong main, wong gendakan— merazia orang mesum. Arti lain grebeg adalah grebeg-grebeg, gumrebeg suara yang memekakkan telinga. Besar bisa saja dari kata bisyaroh, artinya kegembiraan. Sehingga tak mengherankan jika JM Kalijagan merasa gembira dalam gelaran Kalijagan Agustus.

Kegembiraan Kalijagan bisa dilihat dari Mas Yanto, yang biasanya baca puisi, malam itu beliau menemani JM bermunajat Maiyah bersama Kang Haq. Selain itu kedatangan Gamelan Tempa dan Sedulur Maiyah Tembang Pepadhang Kendal, menjadi kegembiraan yang tidak jauh beda dengan euforia kegembiraan grebeg besar. Malam itu, Gamelan Tempa mempersembahkan 7 nomor lagu, diantaranya: Deen Salam dan Maulana Ya Maulana (yang populer dibawakan Nissa Sabyan), Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti (Banda Neira), Risalah Hati (Dewa 19). Kegembiraan bertambah gayeng ketika Gamelan Tempa tiba-tiba berkolaborasi dengan Rebana Tanbihun dan Dannu Sakkonco—yang juga mengisi Kalijagan malam itu.

Kegembiraan yang nikmatnya mengena itu kalau dinikmati dengan cara kejutan. Kejutan-kejutan itulah yang jarang kita nikmati dalam pekerjaan sehari-hari. Menurut Mbah Nun, kegembiraan yang diciptakan dalam maiyahan haruslah kegembiraan yang tidak membuat Allah marah dan Rasulallah sedih—syukur-syukur bisa membuat Allah dan kekasihNya gembira. Dan malam itu, Kalijagan bergembira tanpa lalai pada kesadaran yang sering diwanti-wanti Mbah Nun tersebut.

Selain Mas Nadhif Alawy, Gamelan Tempa, Rebana Tanbihun dan Dannu Sakkonco, ada juga sedulur-sedulur Semak Tadabburan Kudus, Suluk Pesisiran Pekalongan serta Moderator kondang, penulis reportase Gambang Syafaat yang tekun dalam dunia literasi, Mas Yunan Setiawan. Secara bergantian, beliau-beliau memaparkan khazanah, mengurai ilmu, menebar pengetahuan serta mengajak berpikir dan bergembira. Di sesi-sesi terakhir, kegembiraan itu dipecahkan oleh stand up comedy dari Mas Aan Trionta.

Kalau masih ada budaya tanding, mungkin Kalijagan tidak kalah dengan event organizer Grebeg Besar, sebab nyatanya hanya dalam satu malam kelengkapan Grebeg Besar sudah terpenuhi. Pengajian ya ada, do’a ya ada, hiburan ya ada, festival seni ya ada, kajian ilmu ya ada, silaturrahim ya ada. Apalagi peserta(baca: jamaah) yang hadir tidak dipungut tiket parkir dan tiket masuk. Selain itu tidak menutup fasilitas umum. Bahkan tiap jamaah, mendapatkan minuman kopi, kudapan tradisional khas telo godhog, kacang dan kudapan lainnya. Serta di akhir acara, jamaah diajak makan nasi bungkus bersama, tanpa harus rebutan. Namun Kalijagan tidak sedang mengejar itu. Apalagi, tema yang disajikan sekadar ‘Alit’, tidak Besar. Justru Kalijagan sebenarnya sedang nyengkuyung Grebeg Besar dengan cara yang tidak ditemukan dimana pun selain Maiyahan dan Sinau Bareng CNKK.

Kalijagan merayakan Grebeg Kegembiraan tidak hanya berhenti pada kegembiraan material. Lebih dari itu, kegembiraan yang dihadirkan adalah kegembiraan rohani—yang memiliki kaitan, tautan dan persambungan bersama Allah dan Muhammad, segitiga cinta. Maka tidak heran jika di awal sesi, kegembiraan jamaah dilakukan dengan munajat maiyah, mahalul qiyam dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Selain kegembiraan, Mas Nadhif juga menyampaikan bahwa besar, dari kata basyar, memiliki kemungkinan arti kulit. Kulit itu sesuatu yang menutupi segala organ tubuh manusia. Sehingga dzulhijjah disebut besar sebagai penutup seluruh bulan dalam kalender hijriyah. Maka grebeg penutup malam itu dilaksanakan dengan grebeg kegembiraan yang paling mendalam pada jamaah maiyah, kegembiraan atas cinta pada Sang Tuan Rumah. Shohibul Baity, lagu kebangsaan maiyah diputar, diresapi dalam keremangan cahaya rembulan dan alam.

Terakhir, yang perlu kita ingat satu hal lagi sebagaimana yang diragukan Mas Nadhif kalau tradisi besaran tidak dimulai oleh kerajaan Demak. Hal itu bisa ditilik dari penanggalan Jawa yang menyantumkan besar sebagai bulan adalah Sultan Agung, raja Mataram Islam pertama, dalam penanggalan hijriyah. [Hjr-HbA/ Redaksi Kalijagan.com]

Majlis Masyarakat Maiyah Kalijagan Demak adalah bagian dari Majlis Masyarakat Maiyah Nusantara.