Majlis Maiyah Telatah Demak

Belajar Pada Desa

Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Legi, 6 April 2018/ 20 Rajab 1439 | Desa Purwa | bagian pertama

 

Matanya menatap tajam para jamaah yang begitu guyub dengan duduk bersama di pelataran Masjid Agung Demak. Di suatu malam yang terang oleh sorot lampu yang tergelantung di tiang tinggi sudut tenggara pelataran. Ia Cak Noeg, panggilan dari mas Noegroho, penggiat maiyah Gambang Syafaat, Semarang. Matanya yang tajam menatap setiap kebahagiaan jamaah yang rela menyedekahkan waktunya untuk duduk bersama, sembari membacakan sebuah puisi “Jangan Ajari Desa” dengan lantang sebagaimana WS. Rendra ketika mendeklamasikan puisi.

Semua jamaah terdiam oleh dua baris puisinya yang pertama, berbunyi “Jangan Ajari Desa/ Desa adalah peradaban”. Barangkali jamaah tergetar hatinya untuk khusyu’ menyimak kelanjutan puisi yang Cak Noeg deklamasikan. Matanya membelalak seakan dipenuhi amarah ketika mengucapkan kata “modernisasi” dan “kemajuan” yang teralamatkan pada kota-kota yang tidak begitu mengindahkan etika. Sebagaimana yang dikisahkan gus Muhammad Aniq KHB setelahnya, mengenai orang-orang betawi yang terusir oleh pendatang yang tidak menghargai kebudayaan yang sudah terbangun di Jakarta secara arif. Mereka ngalah, lalu ngaleh ke pinggiran Jakarta. Tapi hal itu masih belum membuat sadar para pendatang. Akhirnya orang-orang betawi bersama Habib Rizieq dan FPI ngamuk kepada para pendatang yang seenaknya merusak kebudayaan.

“Kalau engkau kembali ke desa, belajarlah pada desa.” sebuah pesan yang Cak Noeg sampaikan di akhir puisinya dengan nada yang begitu lembut, jauh berbeda dari mimik wajah, sorot mata dan lantang ucapannya ketika memulai membacakan puisinya.

taken by: Labeb Vuadi

Selain kebahagiaan dan perenungan yang disuguhkan Cak Noeg kepada jamaah Kalijagan, pada malam itu mereka juga disuguhi Allah dengan kerlap-kerlip bintang nun jauh yang bisa dipandang. Lantaran sejak mulai bertempat di pelataran Masjid Agung Demak, baru malam itu Kalijagan ditemani dengan langit yang cerah tanpa mendung, apalagi hujan. Malam itu jam 20.00 tepat, maiyah Kalijagan dimulai kang Zaul Haq dengan melantunkan munajat maiyah bersama jamaah lainnya. Meski soundsystem belum terpasang membantu mengeraskan suara kang Zaul Haq dalam menemani jamaah bermunajat. Soundsystem baru dipasang berbarengan munajat yang sudah memasuki pertengahan bacaannya.

Seusainya munajat berakhir, soundsystem sudah selesai terpasang. Kemudian sedulur Tanbihun memanfaatkannya untuk memainkan rebana dan alat hadrah lainnya, menyuguhi para jamaah dengan satu nomor. “Syi’ir Tholabul Ilmi” menemani jamaah memasuki gang-gang diskusi, kampung-kampung sinau bareng, rumah-rumah kemesraan di “Desa Purwa”, tema yang digelar pada malam itu. [HBA/Redaksi Kalijagan]

Majlis Masyarakat Maiyah Kalijagan Demak adalah bagian dari Majlis Masyarakat Maiyah Nusantara.