Majlis Maiyah Telatah Demak

Guyub: Hujan dan Al Hujurat

Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Pon, 2 Februari 2018/ 17 Jumadil Awwal 1439 | Serambi Paguyuban | bagian pertama

 

Jum’at sore itu langit Demak, khususnya halaman masjid Agung tampak cerah, sebagaimana hati para penggiat menyambut Kalijagan yang menginjakkan usianya setahun. Di usia setahun, sebagaimana manusia, belum lah apa-apa, bisa dikatakan masih bayi. Sehingga para penggiat tidak merencanakan harlah, milad, ulang tahun atau semacamnya, lantaran kesadaran kami, bahwa usia setahun masih belum ndolor kalau dirayakan. Maka sebagaimana persiapan para penggiat, memasang backdrop, menggelar tikar, mengambil soundsystem sekaligus checksound BanD-anu. Sehubung langit tampak cerah, kami membatalkan memasang tenda, selain itu, tenda di takmir Masjid ternyata teramat berat untuk kami pasang— jadi yang lebih berat itu pasang tenda daripada rindu dilan pada milea.

Tanpa dirasa maghrib berlalu dan sudah manjing waktu isya’, tanda Kalijagan akan kami rasakan kembali. Pukul 20.00 WIB, Kalijagan dimulai pembacaan hadrah arwah Kanjeng Nabi dan para leluhur oleh Kang Zaul Haq, sebelum dilanjutkan Munajat Maiyah. Tak disangka langit yang mulanya cerah tiba-tiba menurunkan air hujan ketika hadrah dipanjatkan Kang Zaul Haq. Apakah pertanda bahwa Kanjeng Nabi dan para leluhur datang menghampiri kebersamaan kami, semoga. Akhirnya kami geser ke serambi Kantor MUI dengan rintik-rintik yang turun menemani kami menghaturkan salam kepada para Kekasih Allah. Sekitar dua puluh orang merapatkan diri, saling menghangatkan, saling guyub, sebagaimana tema yang diangkat Serambi Paguyuban di Serambi MUI, memanjatkan munajat, dzikir, dan sholawat.

Jawoh, Ja’a Rohmatullah, hadirnya rahmat Allah membuat suasana semakin guyub, tidak sekadar jama’ah berupa manusia saja, namun lebih dari itu, hujan dan makhluk dimensi lain yang ikut guyub bersama kami. Kemudian, BanD-anu menyapa kami dengan iringan lagu Ilir-ilir. Selain sebagai lagu wajib di Kalijagan, Ilir-ilir menghangatkan tubuh kami yang sedikit terbasahi oleh rintiknya hujan. Setelah itu, Kang Muhajir Arrosyid, mewakili penggiat Maiyah Kalijagan sedikit memberi ubo rampe mengenai ruang yang begitu kecil di serambi MUI, lantaran para penggiat belum mampu mempersiapkan tenda. “Karena ini sedulur kabeh, ora ono tamu, dadi ra perlu njaluk ngapuro.” papar dia, sebelum Kang Ahyar memberi mukaddimah Maiyah Kalijagan edisi Februari 2018.

Kang Ahyar dalam mukaddimah menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat kaya, baik tradisi budaya maupun sumber daya alam. Sehingga wajib bagi kita bersyukur atas anugerah yang Allah berikan itu. Selain itu, dia juga menjelaskan Indonesia itu ibarat suatu mozaik yang indah dipandang. Mozaik itu salah satunya yang tertuang dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan sila pertama pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa.

“Meski bukan negara Islam, Indonesia adalah negara yang penghuninya adalah pemeluk Islam terbanyak di dunia. Sehingga Indonesia memiliki peran sebagaimana serambi. Serambi bukan bangunan utama namun secara sederhana menjadi bagian integral dari bangunan induk.” Lanjut dia dalam paparan mukaddimah, sebelum beliau menyitir satu ayat al Qur’an surat al Hujurat ayat 31. Kemudian beliau menjelaskan sedikit musabab dari paguyuban, sebelum mengakhiri mukaddimahnya.

Setelah itu, Mas Erdi selaku moderator mengambil alih mikropon untuk memandu jalannya Kalijagan edisi Februari 2018. Masih ditemani keguyuban sesama penggiat dan hujan yang turun semakin pelan. [HBA/ Redaksi Kalijagan.com]

Majlis Masyarakat Maiyah Kalijagan Demak adalah bagian dari Majlis Masyarakat Maiyah Nusantara.