Majlis Maiyah Telatah Demak

Sedikit Kecemasan Melengkapi Puncak Kegembiraan

Reportase Majlis Maiyah Kalijagan edisi Jum’at Pahing, 12 Januari 2018/ 24 Rabi’ul Akhir 1439 | Agama, Ageman, Gaman | bagian pertama

 

Bulan Januari merupakan forum pertemuan ke 10 Maiyah Kalijagan Demak, meski begitu, bulan Januari adalah pertama kalinya—dan semoga bisa menetap sampai ratusan tahun mendatang— Maiyahan diadakan di pelataran Masjid Agung Demak. Hal itu disambut kegembiraan oleh para penggiat, lantaran baru pertama bisa memiliki ruang yang bisa dijangkau publik dengan bebas. Sebelumnya, forum Maiyah Kalijagan dilakukan dari rumah ke rumah penggiat secara bergantian. Kemudian sempat disepakati penggiat untuk berpindah tempat ke kafe Angkasa—mantan stasion kereta api Demak— agar jamaah tidak rikuh dan sungkan untuk melingkar.

Sebab nilai yang selalu kami jaga dalam maiyah adalah kemesraan dan kebersamaan yang universal. Maka perpindahan dari rumah ke kafe adalah bentuk dari kemesraan dan kebersamaan yang bisa dinikmati siapa saja tanpa memandang “siapakah engkau”.

Bulan Desember 2017, Maiyah Kalijagan dileburkan ke dalam Sinau Bareng Mbah Nun dan Kiai Kanjeng di Alun-Alun Demak—sekarang diubah Bupatinya menjadi Simpang 6 Demak—, tepatnya 7 Desember 2018. Dari sana, kami dipertemukan dengan pihak Remasade(Remaja Masjid Agung Demak), yang kemudian menawarkan pertemuan Maiyah Kalijagan selanjutnya menetap di pelataran Masjid Agung Demak.

Demi asas kebersamaan dan kemesraan yang universal, para pegiat menerima tawaran tersebut, agar engkau-engkau yang sungkan untuk melingkar, yang jomblo kesepian, yang sedang tidak dapat jatah dari istri, yang ingin share pengalaman, yang ingin mencari kegembiraan, yang sedang sakit pikir dan jiwa, yang ingin belajar dan membelajari, agar dengan nyaman bisa belajar bersama, mentauhidkan cinta dengan Allah dan kekasihNya Muhammad dan merasakan kegembiraan tanpa mengenal identitas.

Jum’at sore(12/1), beberapa penggiat secara sukarela sudah berkumpul di pelataran masjid untuk mempersiapkan sound system, alas duduk dan lainnya, agar Jamaah Maiyah nyaman menikmati Kalijagan sampai selesai. Namun, tiba-tiba hujan perlahan turun ke pelataran masjid, dari gerimis sampai hujan sedikit lebat, yang sedikit menimbulkan kecemasan ditengah kegembiraan para penggiat, lantaran belum mempersiapkan traktak. Selama maiyah Kalijagan berlangsung, belum pernah sekalipun memakai traktat, sehingga belum kami persiapan. Itulah pelajaran pertama yang kami ambil sebagai penggiat dan kami hanya bisa menikmati hujan dengan kepasrahan kepada Pemilik hujan.

Akhirnya persiapan ditunda, untuk mencari solusi-solusi lain agar Kalijagan bulan Januari tetap berjalan dengan nyaman. Hingga waktu sudah menunjukkan pukul 19.30, kami hampir memindahkan ruang maiyahan di perpustakaan Masjid Agung. Namun ada satu dari penggiat yang meyakinkan kami untuk tetap melaksanakan di pelataran. Akhirnya kami kembali menanti hujan reda, tanpa mempersiapkan apa-apa, kecuali backdroup yang sudah kami pasang. Tepat pukul 20.00, hujan sudah selesai menyapa kami, bergegaslah para penggiat mengepel lantai dengan kanebo, menggelar alas duduk, dan mengecek soundsystem.

Sebagaimana dua ayat terakhir surat Al Insyirah, bahwa kesulitan selalu hadir bersamaan kemudahan, kami menikmati kecemasan yang hadir bersamaan kegembiraan sebelum acara dimulai hadrah arwah kepada para leluhur oleh Kang Syamsul Ma’arif. Dilanjutkan pembacaan tahlil, pembacaan ayat suci alqur’an dan munajat maiyah oleh kang Haq. Kemudian sajian rebana Tanbihun (Bowo, Getas, Wonosalam, Demak) dan Gus Ahyar menemani jamaah untuk berkomunikasi, mengungkapkan cinta dan rindu kepada kanjeng Nabi Muhammad. Perlahan kecemasan itu mulai sirna diganti oleh haus rindu dan cinta kepada Allah dan kekasihNya. Rindu dan cinta itu mewujud kegembiraan para jamaah yang berkolaborasi tanpa ada aba-aba dari seorang pimpinan majlis atau dirijen paduan suara maupun majoret drum band.

Puncaknya kegembiraan saat “indal qiyam”, para jamaah berdiri dan merapatkan barisan dalam lingkaran cinta bersholawat kepada kanjeng nabi Muhammad. Bersamaan itu, Om Budi Maryono, sastrawan senior asal Semarang, baru sampai di majlis. Gus Ali Mashar (Pengasuh PP. Al Islah Demak) juga baru sampai, sementara Mas Nadhif Alawi sudah berada dalam lingkaran. Ketiga pembicara yang akan menemani sinau jamaah sudah berkumpul, sehingga kegembiraan kami benar-benar sudah pas pada tempatnya.

Namun, gusti Allah adalah pengatur garis besar yang pas dari rencana-rencana kami, sebagaimana hujan yang diturunkan sebelum maiyahan dan berakhir pas ketika maiyahan dimulai. Kegembiraan itu semakin dilengkapi oleh kedatangan Mas Ronny dan sedulur Gambang Syafaat Semarang, Gus Ali Fathan dan sedulur Maiyah Semak Kudus, Mas Jion, Mas Agus dan sedulur Gugur Gunung Ungaran. “Ya Nabi salam ‘alaika, Ya Rasul salam ‘alaika, Ya Habib salam ‘alaika, Sholawatullah ‘alaika.” Suara-suara itu yang terdengar dari jamaah maiyah beserta dendangan rebana Tanbihun atas kegembiraannya bercinta dengan Nabi Muhammad. [HBA/ Redaksi Kalijagan.com]

Majlis Masyarakat Maiyah Kalijagan Demak adalah bagian dari Majlis Masyarakat Maiyah Nusantara.