Majlis Maiyah Telatah Demak

Maulid dan Islam (di) Nusantara [1]

(catatan reportase Kajian Islam Remasade 17 Desember 2017)

 

Ahad pagi (17/12) sekitar jam 8:30 WIB di serambi Masjid Agung Demak, Remasade mengadakan kajian yang mengundang Kang Hajir sebagai pembicara dan satu-satunya narasumber. Masih dalam suasana maulid, temanya pun bertajuk “Maulid dan Islam Nusantara”. Sebelum acara dimulai, kelompok Rebana Masjid Agung Demak sholawatan dulu sembari menunggu yang lain datang. Mungkin sekitar jam sembilan, Kang Hajir memulai acara. Bening, putri Kang Hajir turut serta ikut Bapaknya duduk di depan, bersama Mas Edi ketua Remasade sekaligus moderator di acara ini.

Kang Muhajir memulai dengan menceritakan bahwa dulu Sultan Fatah menarik masyarakat supaya tertarik terhadap Islam adalah dengan mengadakan acara setiap tanggal 5-12 Maulud di serambi Masjid Agung Demak, yang setiap hari dibunyikan gamelan yang bernama Kanjeng Kyai Seketi yang sekarang gamelan tersebut berada di Jogja. Acara sekaten di Solo dan Jogja pun dari nama gamelan tersebut, yang berasal dari dua kalimat syahadat; Syahadatain yang oleh orang Jawa disebut Sekaten dimana orang bila mau masuk acara harus mengucapkan syahadat dulu. Tapi di Demak malah tidak ada Sekaten, yang ada hanyalah Grebeg Besar. Dulu zaman Kanjeng Sunan orang dinyatakan Islam sangat mudah, misal dengar sholawat gregel berarti sudah Islam. Berbeda dengan sekarang, orang-orang Islam seakan-akan​ dikeluarkan dari Islam oleh saudara seiman.

Kang Hajir menegaskan bahwa Islam Nusantara jangan jadi identitas, tapi Islam itu “di” Nusantara, Islam itu nilai. Identitas Islam itu bukan peci, bukan sarung, bukan baju koko, lhawong di televisi itu misal bulan Ramadhan berbaju koko dan berpeci semua, meskipun itu juga tidak boleh diremehkan, nilai Islam itu akhlak. Selanjutnya Kang Hajir mengajak bersholawat dulu, jadi salah satu ke-khas-an Islam di Nusantara adalah sering sholawatan, wirid, syiiran berbahasa Jawa. [Ajib Zakaria]

Majlis Masyarakat Maiyah Kalijagan Demak adalah bagian dari Majlis Masyarakat Maiyah Nusantara.