Majlis Maiyah Telatah Demak

Menderita: Sebuah Pilihan

Kalau seseorang disuruh memilih antara bahagia atau menderita, kebanyakan pasti memilih bahagia. Tapi perlu diingat bahwa segala pilihan yang telah diputuskan pasti ada risikonya. Misalnya, memilih kebahagiaan dengan tolak ukur materi: Punya uang banyak, rumah besar dan mobil mewah, bukan berarti dapat terhindar dari penderitaan. Justru semua yang kita miliki berbanding lurus dengan risiko yang ditanggungnya. Ada ungkapan yang sering kita dengar, kaya belum tentu bahagia, sebaliknya miskin juga belum tentu sengsara. Yang pasti keduanya sama-sama menanggung derita. Karena kebahagiaan dan penderitaan bukanlah musuh satu sama lainnya. Akan tetapi, keduanya merupakan siklus kehidupan yang saling melengkapi satu sama lain.

Nabi Muhammad Saw. bersabda ” Dunia adalah penjaranya orang-orang mukmin dan surganya orang-orang kafir ” Yang namanya penjara mesti identik dengan penderitaan. Hadist Nabi ini bukan berarti Islam anti dunia. Akan tetapi, perlu diwaspadai bahwa dunia merupakan tantangan sekaligus ujian bagi kita. Jangan sampai gemerlapnya menyebabkan umat Islam lupa dengan tujuan utamanya yaitu, negeri akhirat. Dalam Islam tidak haram menjadi orang kaya dan juga tidak berdosa menjadi penguasa dunia. Asal dengan kekayaan dan kekuasaannya itu digunakan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan. Khoirunnas anfa’uhum linnas. Parameternya jelas yaitu, kebermanfaatan.

Bagi banyak orang, kebahagiaan sering diartikan sebagai jalan mulus tanpa hambatan, tanpa kesedihan dan tanpa penderitaan. Pandangan ini sering dikaitkan dengan faktor eksternal seperti: penghasilan, status sosial, atau pandangan orang lain terhadap diri kita. Namun perspektif semacam ini, mengabaikan satu kebenaran mendasar: hidup pada hakikatnya ada naik turunnya. Kebahagiaan sejati tidak bisa kita rasakan tanpa hadirnya sebuah penderitaan. Menolak penderitaan berarti menolak kenyataan hidup itu sendiri.

Kalau kebahagiaan dianggap setara dengan memiliki banyak harta dan kuasa. Maka yang terjadi adalah saling berebut mengejar untuk meraihnya dengan menghalalkan segala cara. Akibatnya, ketika kehilangan maka akan merasa kecewa, sedih dan terjebak pada penderitaan yang dalam. Sebab itulah, Allah Swt. Menciptakan dunia sebagai tantangan dan ujian bagi manusia. Agar manusia belajar sabar dan syukur atas ketetapan-Nya.

Kenyamanan memang menyenangkan. Tapi kalau terlalu lama pada zona nyaman dapat menghambat pertumbuhan. Saat hidup terasa mudah maka kita kehilangan ketangguhan untuk menghadapi kesulitan yang tidak terelakkan dalam hidup ini. Seperti otot yang berkembang karena sering dilatih angkat beban, maka jiwa dan akal manusia juga bisa berkembang ketika diuji oleh kesulitan. Setiap rintangan yang berhasil diatasi membentuk ketahanan mental dan memperkaya pemahaman kita tentang diri sendiri. Kebahagiaan sejati, pada akhirnya menuntut kita untuk berpetualang keluar dari kenyamanan untuk menghadapi tantangan dan ujian dunia.

Tantangan hidup dapat memberikan makna yang lebih mendalam. Banyak orang menemukan makna hidup justru melalui perjuangan bukan kenyamanan. Penderitaan dapat menjadi katalis dalam perubahan. Membuka jalan kebahagiaan yang lebih otentik. Pada akhirnya, kebahagiaan sejati bukanlah meniadakan penderitaan. Melainkan kemampuan menavigasi penderitaan dengan kesadaran, ketabahan, dan keberanian. Dengan merangkul tantangan dan ujian kita membangun ketangguhan batin, menemukan makna hidup, dan merasakan keindahan momen-momen sederhana yang sering kita abaikan dalam hidup. Mas Sabrang pernah mendefinisikan, hidup itu penderitaan. Lantas, kita mau memilih menderita seperti apa?

Wallahu a’lam

Pengasuh Markaz Tanbihun, Bomo, Getas, Wonosalam, Demak