Majlis Maiyah Telatah Demak

Senthong-Mukadimah Kalijagan Oktober 2025

Segalanya kini ingin tampil. Di jalan, di layar, di ruang yang bahkan tak lagi punya dinding. Setiap peristiwa berlomba jadi konten, setiap pendapat berkejaran untuk terdengar lebih dulu. Kita hidup di masa ketika diam terasa kalah dan gelap dianggap tidak berguna. Padahal, justru dalam hening itulah kejernihan sering tumbuh. Orang Jawa punya pepatah: “Banyu bening ora keno kikis.” Air yang jernih tak perlu bergemuruh.

Dalam rumah Jawa, kejernihan itu bersemayam di senthong—ruang paling dalam, tersembunyi di balik dalem ageng. Tiga bilik kecil: senthong kiwa, senthong tengen, dan senthong tengah, masing-masing punya fungsi dan makna tersendiri. Senthong kiwa biasa untuk menyimpan perlengkapan rumah tangga, senthong tengen tempat tidur keluarga, sedangkan senthong tengah menjadi ruang paling sakral—tempat menyimpan pusaka, menghormati leluhur, atau sekadar menenangkan batin.

Namun, senthong bukan hanya soal ruang fisik. Ia adalah simbol lapisan terdalam dari diri manusia Jawa: tempat segala kesadaran disimpan, tempat nilai-nilai dijaga dari sorot mata dunia. Dalam tradisi spiritual, senthong menjadi penanda bahwa kehidupan sejati butuh wilayah sunyi—tempat kita bisa menata diri tanpa harus tampil.

Kalau lumbung menandai kecukupan pangan, dan pawon menggambarkan kehangatan hidup bersama, maka senthong adalah ruang perenungan—tempat manusia berjumpa dengan dirinya sendiri. Di sana, diam bukan tanda pasrah, melainkan kekuatan untuk mendengar yang lebih halus: suara hati, doa, dan ingatan.

Malam ini, Kalijagan kembali di Pendopo Notobratan Kadilangu. Kita datang bukan untuk mencari terang di luar, tetapi untuk menyalakan kembali cahaya dari dalam. Sebab seperti diamnya senthong, ketenangan bukan akhir perjalanan, melainkan pintu menuju pemahaman yang lebih dalam.

Majlis Masyarakat Maiyah Kalijagan Demak adalah bagian dari Majlis Masyarakat Maiyah Nusantara.